“Wulandaru” diterjemahkan secara etimologi merupakan gabungan dari dua suku kata yaitu “wulan” dan “ndaru”. “Wulan” itu berarti bulan, yang secara luas dapat dimaknai menerangi kegelapan. Sedangkan “Ndaru” berarti bintang jatuh, atau secara filosofis dimaknai sebagai tanda keberuntungan bisa juga pangkat dan derajat yang datang. Sedangkan “bedoyo” dilambangkan pada para penari yang membawakannya. Nama “Bedoyo” merupakan ungkapan yang ditujukan kepada para wanita yang membawakan sebuah tari.
Melalui tari Bedoyo ini masyarakat Blambangan ingin mengungkapkan kebahagiaan mereka, yang bagai mendapat sinar bulan yang terang dan keberuntungan yang luar biasa. Gerak tari dan musik yang mengiringi tari bedoyo wulandaru merupakan pengembangan serta pengayaan yang terdapat pada musik sablang dan gandrung Banyuwangi.
Pada akhir pertunjukan, para penari akan melemparkan beras kuning dan logam benggol (mata uang pada zaman penjajahan dan sekarang digantikan dengan mata uang logam). Beras kuning yang ditaburkan untuk mengusir segala bala dan gangguan. Sementara, logam benggol untuk mengikat hati rakyat agar tetap mendukung dan patuh pada pemerintah yang sedang berkuasa.
sumber Tari Bedoyo Wulandaru Blambangan via http://indonesiakaya.com
Melalui tari Bedoyo ini masyarakat Blambangan ingin mengungkapkan kebahagiaan mereka, yang bagai mendapat sinar bulan yang terang dan keberuntungan yang luar biasa. Gerak tari dan musik yang mengiringi tari bedoyo wulandaru merupakan pengembangan serta pengayaan yang terdapat pada musik sablang dan gandrung Banyuwangi.
Pada akhir pertunjukan, para penari akan melemparkan beras kuning dan logam benggol (mata uang pada zaman penjajahan dan sekarang digantikan dengan mata uang logam). Beras kuning yang ditaburkan untuk mengusir segala bala dan gangguan. Sementara, logam benggol untuk mengikat hati rakyat agar tetap mendukung dan patuh pada pemerintah yang sedang berkuasa.
sumber Tari Bedoyo Wulandaru Blambangan via http://indonesiakaya.com